Saya pernah baca quote "sahabat adalah keluarga yang kita pilih sendiri". Dan itu benar sekali (menurut apa yang saya rasakan). Tidak ada ikatan darah, tapi keakrabannya seperti kepada keluarga. Ikut merasakan kebahagian satu sama lain, ikut merasakan kesedihan satu sama lain.
Maka ketika (saya) kehilangan sahabat, sama seperti kehilangan pandangan. Karena terbiasa berbagi cerita, sering meminta pendapatnya terhadap suatu hal. Bahkan sahabat yang baik adalah dia yang mampu mengatakan "Ngga. Ngga bener. Ngga boleh." meskipun saat itu yang kita inginkan adalah pembenaran dengan kata "iya."
....
Berikut adalah cerita persahabatan saya dengan almarhumah Siti Rosidah (dia lebih suka dipanggil Osie. Tapi saya lebih suka memanggil Sitay).
Awal kenal, mungkin tidak langsung klop. Saya yang sulit beradaptasi, dan ngga mau banyak cerita sama orang baru, buat yang baru ketemu mungkin saya dibilang jutek. Sedangkan Sitay sosok yang supel, mudah bergaul (dalam kacamata saya waktu itu SKSD). Saat awal Sitay menjadi partner kerjaku rasanya borring. Saya lebih banyak cerita ke teman yang satu lagi, dan cenderung ngobrol seperlunya sama Sitay. Jujur... itu karena bingung juga, mau cerita tapi kan Sitay ngga tau ceritanya dari awal. Dan ternyata buat Sitay juga awal jadi partner kerja dengan saya itu seperti masuk neraka katanya (fakta ini diketahui setelah kita deket), katanya "kebayang ngga sih tiap sebelum berangkat kerja harus muter otak dulu, cari topik pembicaraan sama elo yang jutek haha."
Sitay banyak cerita tentang temannya si A, si B. Dan mantan pacarnya si C. Dan responku cuma "owh." Terkesan jahat memang, tapi coba pikir, gimana sih baiknya memberi respon untuk cerita yang sama sekali saya ngga tau si ABC. Waktu itu Sitay cerita seolah-olah saya tau latar belakang mereka.
.....
Seiring berjalannya waktu (dan seiring banyak denger ceritanya, dan Sitay denger cerita saya), curhat-curhatan mulai nyambung. Dan kita sudah mulai ber gue-elo, maneh-urang, koplak, anjar, kesmed, anjir (well saya akui itu bukan kosakata yang baik. Dan tidak untuk ditiru).
Kita sering belanja bersama, hangout bersama, cari kuliner bersama, narsis cari spot-spot foto bersama, melakukan hal konyol bersama, nginep, minta makan, numpang mandi di rumahnya. Sampai-sampai kita dibilang anak kembar.
Bahkan untuk urusan antar mengantar, selama ada waktu pasti bareng-bareng. Nganter saya ke kantor pajak, Nganter saya ke Gramed (dan membaca bukan passionnya Sitay), nganter saya ke Galleri Indosat, ngantar Sitay legalisir ijazah ke kampusnya, ngantar Sitay smoothing rambut ke salon, ngantar ke bandara, ke stasiun, pokonya banyak aktivitas antar mengantar meskipun hal itu diluar selera kita berdua. Tapi demi sahabat dijabanin juga hehehe.
Pertama kali kenal akhir 2011. Dan 2012 mulai memproklamirkan dalam hati "elo sahabat gue".
Satu hal yang pernah membuat kita jadi renggang adalah pacar (pacar Sitay). Kita jarang hangout bareng karena Sitay harus minta ijin dulu kalau mau pergi. Hampir jarang melakukan keseruan bareng, karena Sitay sering jalan sama pacarnya. Jadi selama pacarnya libur jaga waktunya adalah untuk ngedate. Kalau pas pacarnya lagi jaga (FYI pacarnya jaga 24 jam, dan liburnya 2 hari) baru boleh hangout dengan seijinnya. minta ijinnya secara ngga langsung sih. Kalau "kita kan kemaren abis jalan. Kamu pasti capek. Istirahatin dulu lah" itu sama dengan tidak ACC.
Pesanku untuk para pacar. Janganlah kalian ubah total kebiasaan pasangan mengikuti syarat dan ketentuanmu, hingga menarik pacar kalian sangat jauh dari dunia dan rutinitasnya dahulu. Janganlah membuat pacar kalian "jauh" dari kelurga dan sahabatnya.
Karena hal itu, kita menjadi seperti orang asing. Sedih ketika mendapat penolakan antar mengantar karena alasan "ngga boleh main sama si Aa" atau "sama Aa disuruh diem dirumah aja kalau libur". Sakit tapi ngga berdarah.
...
Sampai akhirnya mereka menikah. Aku ikut bahagia. Karena Sitay menikah dengan orang yang dicintainya, dan saya (waktu itu) berharap dan percaya pasangan setelah menikah beda seperti waktu pacaran (maksudnya intensitas ngedate nya). Saya harap setelah menikah Sitay akan ada waktu lagi dengan saya. Karena jauh sebelum Sitay nikah, kita punya rencana ke Bali bareng. Sitay dan suaminya, saya dan Bilqis. Sebelum menikah juga saya pernah antar ke dokter kandungan. Untuk konsultasi dan ingin langsung promil setelah menikah (FYI Sitay menikah di umur 27). Sitay pernah bilang mau belajar parenting dari saya, karena ingin anaknya nanti seperti Bilqis, dan cara memperlakukan ke anak seperti saya kepada Bilqis.
Setelah menikah, Sitay disibukkan dengan aktivitas bangun rumah dan kemudian pindah rumah. Masih belum ada waktu untuk kita berdua hangout bareng. Tapi selama ini komunikasi kita masih seintens dulu via BBM, WA, SMS atau telpon.
Sitay menikah 16 April 2016. Dan tanggal 26 Mei Sitay masuk Rumah Sakit karena panas badan. Saya dan teman-teman meledek kena "sindrom pengantin baru".
Selama Sitay opname suaminya sedang dinas luar. Dan tiap hari saya mengunjunginya, menemaninya selama beberapa jam. Banyak curhat-curhatan dan banyak fakta-fakta yang baru saya tau. Jujur hal-hal seperti ini yang saya rindukan dari kemarin-kemarin saat merasa jauh. Sitay yang terbuka, Sitay yang blak-blakan, yang konyol seperti dulu.
Selama diopname Sitay mendadak rewel. Padahal selama ini saya mengenalnya sebagai orang yang ambang sakitnya tinggi. Sesakit apapun ngga pernah mengeluh. Karena tidak betah dengan hospitalisasi (diagnosa saat itu observasi febris. Saat itu hasil labnya masih dalam batas normal), tanggal 30 Mei 2016 Sitay ingin pulang paksa (istilah pulang atas kemauan pasien, sebelum dokter memberikan ijin pulang). Karena saya libur lepas dinas malam, dan sudah fix hari itu Sitay pulang, saya pamit pulang setelah janjian besok akan makan ramen bareng.
Di rumah saya fokus ngurus Bilqis. Ngga tidur siang, karena malam ini off kerja jadi semalaman bisa tidur pulas. Tapi rasa kantuk mendadak hilang saat jam 9 malam ada telpon dari Rumah Sakit. Teman saya mengabarkan kalau Sitay sedang kritis. Apnea (henti nafas) dan sedang di RJP (pompa jantung). Tiba-tiba saya lemas, semuanya gelap, saya histeris (menurut teman saya yang telpon. Karena sehabis dengar kabar buruk itu saya ngga ingat lagi). Jangankan untuk pergi ke ICU, untuk berdiri saja saya tidak punya tenaga (ini jujur ya, ngga ada unsur lebay sama sekali). Hasil lab trombositnya drop dan fungsi hati (SGOT dan SGPT) sangat tinggi.
Saya berdo'a "ya Allah ambil semua pahalaku, tapi sembuhkan Sitay. Saya sayang Sitay."
Di tengah harap itu, jam 12 telpon berbunyi lagi "Teteh, sabar ya.... teh Osie udah ngga ada." Saya ngga ingat detil apa yang saya katakan waktu itu. Yang saya ingat, saya memarahi teman saya, memaksanya untuk bilang bahwa dia sedang bercanda. Meski dalam logikaku memang memungkinkan ke arah itu (kematian).
Saat saya datang ke rumah duka, banyak yang memeluk, menguatkan saya. Karena semua tahu saya sahabat dekat Sitay. Untuk terakhir kalinya saya melihat wajah Sitay, sudah berbeda. Pucat. Dan untuk pertama kalinya saya mencium pipinya dan mengatakan "Sitay, saya sayang kamu karena Allah."
Sepanjang perjalanan ke pemakaman saya tidak berhenti menangis. Saat itu saya masih berharap Sitay cuma mati suri. Dan sebentar lagi akan bangun. Tapi sia-sia. Tubuhnya tetap kaku saat dimakamkan.
....
Sekarang Sitay benar-benar jauh. Hanya mimpi dan do'a yang membuat dekat. Semua tinggal kenangan. Semua postingan tentang kita, semua foto, semua hadiah, semua obrolan. Saya terus berusaha memenuhi permintaan (terakhir) Sitay untuk menjadi feminim. Tapi permintaan makan ramen bareng tidak bisa saya lakukan.
....
Sampai saat ini saya selalu rindu. Sering spam semua medsos, sering menulis tentang Sitay. Ngga ada kata perceraian dalam pertemanan. Selamanya Sitay sahabat terbaik dalam memperlakukan saya. Saya hampir yakin Sitay tidak pernah menceritakan kejelekan dan aib saya dibelakang saya.
Saya selalu berdo'a untuknya.....
Dan (mantan) suaminya sudah menikah lagi. Bukan urusan saya sih sebenarnya. Hanya sempat ngedumel mengingat saat masih pacaran seolah Sitay direbut paksa waktunya bersama sahabat.
...
Banyak kenangan yang kita posting di facebook, tapi setelah meninggal facebook Sitay sempat dibajak (diambil alih keperlian posting) oleh suaminya. Dan tanpa alasan jelas akun facebook saya diblokir. Dan sayapun tidak menggunakan facebook lagi. Dan berikut adalah postingan terakhir instagramnya...
Maka ketika (saya) kehilangan sahabat, sama seperti kehilangan pandangan. Karena terbiasa berbagi cerita, sering meminta pendapatnya terhadap suatu hal. Bahkan sahabat yang baik adalah dia yang mampu mengatakan "Ngga. Ngga bener. Ngga boleh." meskipun saat itu yang kita inginkan adalah pembenaran dengan kata "iya."
....
Berikut adalah cerita persahabatan saya dengan almarhumah Siti Rosidah (dia lebih suka dipanggil Osie. Tapi saya lebih suka memanggil Sitay).
Awal kenal, mungkin tidak langsung klop. Saya yang sulit beradaptasi, dan ngga mau banyak cerita sama orang baru, buat yang baru ketemu mungkin saya dibilang jutek. Sedangkan Sitay sosok yang supel, mudah bergaul (dalam kacamata saya waktu itu SKSD). Saat awal Sitay menjadi partner kerjaku rasanya borring. Saya lebih banyak cerita ke teman yang satu lagi, dan cenderung ngobrol seperlunya sama Sitay. Jujur... itu karena bingung juga, mau cerita tapi kan Sitay ngga tau ceritanya dari awal. Dan ternyata buat Sitay juga awal jadi partner kerja dengan saya itu seperti masuk neraka katanya (fakta ini diketahui setelah kita deket), katanya "kebayang ngga sih tiap sebelum berangkat kerja harus muter otak dulu, cari topik pembicaraan sama elo yang jutek haha."
Sitay banyak cerita tentang temannya si A, si B. Dan mantan pacarnya si C. Dan responku cuma "owh." Terkesan jahat memang, tapi coba pikir, gimana sih baiknya memberi respon untuk cerita yang sama sekali saya ngga tau si ABC. Waktu itu Sitay cerita seolah-olah saya tau latar belakang mereka.
.....
Seiring berjalannya waktu (dan seiring banyak denger ceritanya, dan Sitay denger cerita saya), curhat-curhatan mulai nyambung. Dan kita sudah mulai ber gue-elo, maneh-urang, koplak, anjar, kesmed, anjir (well saya akui itu bukan kosakata yang baik. Dan tidak untuk ditiru).
Kita sering belanja bersama, hangout bersama, cari kuliner bersama, narsis cari spot-spot foto bersama, melakukan hal konyol bersama, nginep, minta makan, numpang mandi di rumahnya. Sampai-sampai kita dibilang anak kembar.
Bahkan untuk urusan antar mengantar, selama ada waktu pasti bareng-bareng. Nganter saya ke kantor pajak, Nganter saya ke Gramed (dan membaca bukan passionnya Sitay), nganter saya ke Galleri Indosat, ngantar Sitay legalisir ijazah ke kampusnya, ngantar Sitay smoothing rambut ke salon, ngantar ke bandara, ke stasiun, pokonya banyak aktivitas antar mengantar meskipun hal itu diluar selera kita berdua. Tapi demi sahabat dijabanin juga hehehe.
Pertama kali kenal akhir 2011. Dan 2012 mulai memproklamirkan dalam hati "elo sahabat gue".
Satu hal yang pernah membuat kita jadi renggang adalah pacar (pacar Sitay). Kita jarang hangout bareng karena Sitay harus minta ijin dulu kalau mau pergi. Hampir jarang melakukan keseruan bareng, karena Sitay sering jalan sama pacarnya. Jadi selama pacarnya libur jaga waktunya adalah untuk ngedate. Kalau pas pacarnya lagi jaga (FYI pacarnya jaga 24 jam, dan liburnya 2 hari) baru boleh hangout dengan seijinnya. minta ijinnya secara ngga langsung sih. Kalau "kita kan kemaren abis jalan. Kamu pasti capek. Istirahatin dulu lah" itu sama dengan tidak ACC.
Pesanku untuk para pacar. Janganlah kalian ubah total kebiasaan pasangan mengikuti syarat dan ketentuanmu, hingga menarik pacar kalian sangat jauh dari dunia dan rutinitasnya dahulu. Janganlah membuat pacar kalian "jauh" dari kelurga dan sahabatnya.
Karena hal itu, kita menjadi seperti orang asing. Sedih ketika mendapat penolakan antar mengantar karena alasan "ngga boleh main sama si Aa" atau "sama Aa disuruh diem dirumah aja kalau libur". Sakit tapi ngga berdarah.
...
Sampai akhirnya mereka menikah. Aku ikut bahagia. Karena Sitay menikah dengan orang yang dicintainya, dan saya (waktu itu) berharap dan percaya pasangan setelah menikah beda seperti waktu pacaran (maksudnya intensitas ngedate nya). Saya harap setelah menikah Sitay akan ada waktu lagi dengan saya. Karena jauh sebelum Sitay nikah, kita punya rencana ke Bali bareng. Sitay dan suaminya, saya dan Bilqis. Sebelum menikah juga saya pernah antar ke dokter kandungan. Untuk konsultasi dan ingin langsung promil setelah menikah (FYI Sitay menikah di umur 27). Sitay pernah bilang mau belajar parenting dari saya, karena ingin anaknya nanti seperti Bilqis, dan cara memperlakukan ke anak seperti saya kepada Bilqis.
Setelah menikah, Sitay disibukkan dengan aktivitas bangun rumah dan kemudian pindah rumah. Masih belum ada waktu untuk kita berdua hangout bareng. Tapi selama ini komunikasi kita masih seintens dulu via BBM, WA, SMS atau telpon.
Sitay menikah 16 April 2016. Dan tanggal 26 Mei Sitay masuk Rumah Sakit karena panas badan. Saya dan teman-teman meledek kena "sindrom pengantin baru".
Selama Sitay opname suaminya sedang dinas luar. Dan tiap hari saya mengunjunginya, menemaninya selama beberapa jam. Banyak curhat-curhatan dan banyak fakta-fakta yang baru saya tau. Jujur hal-hal seperti ini yang saya rindukan dari kemarin-kemarin saat merasa jauh. Sitay yang terbuka, Sitay yang blak-blakan, yang konyol seperti dulu.
Selama diopname Sitay mendadak rewel. Padahal selama ini saya mengenalnya sebagai orang yang ambang sakitnya tinggi. Sesakit apapun ngga pernah mengeluh. Karena tidak betah dengan hospitalisasi (diagnosa saat itu observasi febris. Saat itu hasil labnya masih dalam batas normal), tanggal 30 Mei 2016 Sitay ingin pulang paksa (istilah pulang atas kemauan pasien, sebelum dokter memberikan ijin pulang). Karena saya libur lepas dinas malam, dan sudah fix hari itu Sitay pulang, saya pamit pulang setelah janjian besok akan makan ramen bareng.
Di rumah saya fokus ngurus Bilqis. Ngga tidur siang, karena malam ini off kerja jadi semalaman bisa tidur pulas. Tapi rasa kantuk mendadak hilang saat jam 9 malam ada telpon dari Rumah Sakit. Teman saya mengabarkan kalau Sitay sedang kritis. Apnea (henti nafas) dan sedang di RJP (pompa jantung). Tiba-tiba saya lemas, semuanya gelap, saya histeris (menurut teman saya yang telpon. Karena sehabis dengar kabar buruk itu saya ngga ingat lagi). Jangankan untuk pergi ke ICU, untuk berdiri saja saya tidak punya tenaga (ini jujur ya, ngga ada unsur lebay sama sekali). Hasil lab trombositnya drop dan fungsi hati (SGOT dan SGPT) sangat tinggi.
Saya berdo'a "ya Allah ambil semua pahalaku, tapi sembuhkan Sitay. Saya sayang Sitay."
Di tengah harap itu, jam 12 telpon berbunyi lagi "Teteh, sabar ya.... teh Osie udah ngga ada." Saya ngga ingat detil apa yang saya katakan waktu itu. Yang saya ingat, saya memarahi teman saya, memaksanya untuk bilang bahwa dia sedang bercanda. Meski dalam logikaku memang memungkinkan ke arah itu (kematian).
Saat saya datang ke rumah duka, banyak yang memeluk, menguatkan saya. Karena semua tahu saya sahabat dekat Sitay. Untuk terakhir kalinya saya melihat wajah Sitay, sudah berbeda. Pucat. Dan untuk pertama kalinya saya mencium pipinya dan mengatakan "Sitay, saya sayang kamu karena Allah."
Sepanjang perjalanan ke pemakaman saya tidak berhenti menangis. Saat itu saya masih berharap Sitay cuma mati suri. Dan sebentar lagi akan bangun. Tapi sia-sia. Tubuhnya tetap kaku saat dimakamkan.
....
Sekarang Sitay benar-benar jauh. Hanya mimpi dan do'a yang membuat dekat. Semua tinggal kenangan. Semua postingan tentang kita, semua foto, semua hadiah, semua obrolan. Saya terus berusaha memenuhi permintaan (terakhir) Sitay untuk menjadi feminim. Tapi permintaan makan ramen bareng tidak bisa saya lakukan.
....
Sampai saat ini saya selalu rindu. Sering spam semua medsos, sering menulis tentang Sitay. Ngga ada kata perceraian dalam pertemanan. Selamanya Sitay sahabat terbaik dalam memperlakukan saya. Saya hampir yakin Sitay tidak pernah menceritakan kejelekan dan aib saya dibelakang saya.
Saya selalu berdo'a untuknya.....
Dan (mantan) suaminya sudah menikah lagi. Bukan urusan saya sih sebenarnya. Hanya sempat ngedumel mengingat saat masih pacaran seolah Sitay direbut paksa waktunya bersama sahabat.
...
Banyak kenangan yang kita posting di facebook, tapi setelah meninggal facebook Sitay sempat dibajak (diambil alih keperlian posting) oleh suaminya. Dan tanpa alasan jelas akun facebook saya diblokir. Dan sayapun tidak menggunakan facebook lagi. Dan berikut adalah postingan terakhir instagramnya...
Sekian cerita persahabatan saya. Dengan Siti Rosidah Puspitasari (facebooknya) @osiegunawan (instagramnya)
assalammualikum teh...sedih y teh saya baca y...sebulan menikah harus ditinggal selamanya...mohon mf teh dulu saya udah menggagu pertemanannya...n mf juga sya ngblokir fb teteh...habis saya kesel diajak ketemu secara pribadi teteh y g mau....padahal saya mau tanya-tanya aja teh g ada maksud lain...mksh teh udah jd sahabat terbaik bwt almarhumah.
BalasHapusWa'alaikumussalam. Saya juga minta maaf kalau dari postingan ini, maupun sikap saya ada yang kurang/tidak berkenan. Tapi itu benar2 jujur apa yang saya rasakan waktu itu. Saya paham sekali bagaimana sedihnya. Semoga tetap mendo'akan untuk almarhumah meskipun sekarang sudah ada kehidupan baru ya. Saya juga ikut bahagia dan berdo'a yang terbaik untuk rumah tangga sekarang.
Hapus